Harga CPO Diramal Melambung 2025, Gapki Ungkap Penyebabnya Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Harga CPO Diramal Melambung 2025, Gapki Ungkap Penyebabnya

Harga CPO Diprediksi Terus Naik Hingga Tahun Depan

Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) terus menjadi perhatian. Pada perdagangan Selasa (28/1/2025), kontrak CPO untuk berada di MYR 4.192 per ton. Pergerakan ini menggambarkan tantangan sekaligus peluang bagi sektor kelapa sawit di tengah dinamika global dan kebijakan domestik.
Produksi minyak sawit dari dua produsen utama, Indonesia dan Malaysia, diperkirakan mengalami penurunan akibat cuaca ekstrem dan tantangan logistik. Hal ini memicu kekhawatiran akan keterbatasan pasokan. Namun, laporan ekspor dari Intertek Testing Services dan AmSpec Agri Malaysia menunjukkan bahwa pengapalan produk sawit dari Malaysia turun hingga 23% pada periode 1-20 Januari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan permintaan dari pasar besar seperti India dan Pakistan menjadi faktor utama lemahnya ekspor.

 

Sementara itu, China tetap menjadi pasar dominan dengan peningkatan permintaan sebesar 19,76% sepanjang 2024. Namun, ketergantungan pada pasar ini menimbulkan risiko baru. Di tengah persaingan minyak nabati seperti minyak kedelai dan bunga matahari, produsen sawit Indonesia perlu mencari diversifikasi pasar untuk menjaga daya saing.

Kebijakan pemerintah Indonesia yang mengharuskan eksportir menyimpan 100% devisa hasil ekspor (DHE) di bank domestik mulai Maret 2025 menjadi tantangan tambahan. Langkah ini bertujuan memperkuat likuiditas domestik, tetapi menambah beban bagi pelaku industri yang harus menahan modal selama satu tahun penuh.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis kebijakan ini akan menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih baik. Namun, pelaku industri mengkhawatirkan dampaknya terhadap margin keuntungan, terutama di tengah harga CPO yang fluktuatif. Dengan biaya produksi yang terus meningkat, kebijakan ini dapat memengaruhi daya saing eksportir di pasar global.

Dari perspektif teknikal, harga CPO saat ini berada di zona netral bearish dengan Relative Strength Index (RSI) berada di level 48. Stochastic RSI yang berada di 3,54 mengindikasikan kondisi oversold, memberikan peluang untuk rebound dalam jangka pendek. Level resistensi penting berada di MYR 4.350 per ton, sementara support terdekat berada di MYR 4.111 per ton.

Jika harga berhasil menembus pivot di MYR 4.558, peluang penguatan ke MYR 4.667 hingga MYR 4.860 menjadi lebih besar. Sebaliknya, kegagalan mempertahankan level support bisa mendorong harga turun lebih dalam, mencerminkan ketidakpastian pasar.

Harga CPO sepanjang Januari 2025 menunjukkan volatilitas yang tinggi, mencerminkan dinamika pasar global dan kebijakan domestik. Meskipun ada tantangan signifikan, prospek tetap menjanjikan jika pelaku industri mampu beradaptasi dengan cepat. Diversifikasi pasar, efisiensi produksi, dan inovasi teknologi menjadi kunci utama menghadapi persaingan global.

Bagi eksportir, 2025 adalah tahun di mana strategi menjadi penentu. Di tengah tantangan kebijakan dan tekanan pasar, memanfaatkan peluang dalam ketidakpastian akan menjadi pembeda antara keberhasilan dan kegagalan. Karena, seperti yang sering diingatkan, “di balik setiap tantangan, selalu ada peluang yang menanti untuk digarap.”

Harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) diprediksi masih akan mengalami peningkatan tahun depan. Direktor Godrej International Ltd Dorab Mistry mengatakan, proyeksi harga CPO pada bursa Malaysia berpotensi mencapai RM 5.000 hingga bulan Juni 2025.

“Saya pikir, harga ini masih bisa menembus harga tertinggi. Oleh karena itu, kita harus bersiap-siap untuk harga yang lebih tinggi,” ujarnya dalam acara 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Jumat, 8 November 2024, di Nusa Dua, Bali.

Dorab mengatakan, kenaikan harga CPO ini terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan dari industri biofuel serta menurunnya produktivitas CPO di Indonesia dan Malaysia.

Dia pun mengatakan kekhawatirannya terhadap tidak seimbangnya antara kenaikan permintaan dan penurunan produktivitas ini. Sebab, hal ini berpotensi membuat harga sawit akan semakin mahal di masa depan.

Lebih lanjut, Dorab menyebut, potensi turunnya ekspor CPO Indonesia akibat kebijakan baru B40 juga menjadi hal yang mengkhawatirkan. “Ini benar-benar sesuatu yang sangat serius karena setiap kali Malaysia dan Indonesia tidak dapat mengekspor CPO. Ditambah lagi, tahun ini, Thailand juga mengatakan tidak dapat mengekspor,” kata dia.

Senada dengan yang disampaikan Dorab, Managing Director Transgraph Consulting Pvt Ltd. Nagaraj Meda mengatakan, harga CPO dapat menembus RM 5.400 per metrik ton pada tiga bulan pertama tahun depan.

“Kami memprediksi, harga pada bulan Maret akan mencapai 5.400 ringgit per metrik ton pada tiga bulan pertama 2025,” ujarnya dalam acara 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Kamis, 7 November 2024, di Nusa Dua, Bali.

Meda menyebut, angka ini diproyeksi masih stagnan atau menurun pada bulan-bulan selanjutnya. Namun, kata dia, harga ini juga akan bergantung pada produktivitas kelapa sawit ke depan.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, terjadi penurunan produktivitas sawit pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Eddy mencatat, hingga Agustus 2024, produksi sawit nasional berada di angka 34,7 juta ton. Sedangkan, tahun lalu produksi sawit mencapai 36,2 juta ton pada periode yang sama.

“Indonesia sebagai produsen sawit dunia mengalami stagnasi produksi sawit selama beberapa tahun terakhir,” ujar Eddy dalam acara 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Kamis, 7 November 2024.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *