Asal-Usul Nama Kota Medan: Dari Tanah Deli hingga Kota Medan

Asal-Usul julukan Kota alun-alun: Dari Tanah Deli sampai Kota alun-alun

Tanah Deli: mula Mula julukan Kota alun-alun

babad dahulu Kota alun-alun berpautan sendat dengan julukan “Tanah Deli.” Pada mulanya, perdesaan alun-alun dmamaka oleh Guru Patimpus di Tanah Deli. Di periode penjajahan, kerapkali orang mencampurkan julukan alun-alun dengan Deli, akibatnya timbul sebutan “Meserta-Deli.” lamun, bersamaan berjalurnya durasi, sebutan ini lama-lama terbang serta tidak lagi kondang.

Pada tahun 1860, kawasan alun-alun tengah setengah besar terdiri dari hutan raya, dengan kompleks rakyat yang datang dari Karo serta Semenanjung Malaya di kurang lebih hilir kali. lamun, pada tahun 1863, Belanda mulai membuka perkebunan tembakau di Deli, yang sebagai primadona di Tanah Deli. Dengan perluasan perkebunan ini, perekonomian teritori ini meningkat cepat, serta alun-alun sebagai pusat pemerintahan serta ekonomi di Sumatra Utara.

pertumbuhan desa alun-alun serta Tembakau Deli

desa kecil dahulu yang diketahui selaku “alun-alun dayang” terletak di pertemuan bengawan Deli serta bengawan Babura, dekat dengan jalan dayang Hijau ketika ini. Ke2 kali ini merupakan baris perdagangan yang marak pada periode itu, yang membuat kelanjutan cepat alun-alun dayang sebagai pangkalan transit berarti.

kian banyak rakyat hadir ke kamsertag ini, serta mata pencaharian rakyat di desa alun-alun merupakan pertanian, paling utama budidaya cili. penggagas desa alun-alun, Guru Patimpus, merupakan wujud yang beranggapan maju serta mengutus buah hatinya guna berlatih membaca Al-Qur’an dan memperdalam agama Islam di Aceh.

Pada tahun 1612, dua dasawarsa sehabis berdirinya desa alun-alun, baginda Iskandar kecil dari Aceh mengirim syahbandar Gocah johan guna menyubstitusi Aceh di Tanah Deli. Ini ialah metode berarti dalam meluaskan kawasan kekuatan Aceh, yang hasilnya melingkupi kawasan yang kini sebagai Kecamatan Percut Sei lanjut usian serta Kecamatan alun-alun Deli. perihal ini mendapati permulaan kelanjutan Kota alun-alun.

Kesuksesan perkebunan tembakau, paling utama tembakau Deli yang berbobot agung guna serutu, membuat alun-alun kian marak. sebab kelanjutan perdagangan tembakau yang lapang, kantor perusahaan-perusahaan tembakau dipindahkan dari Labuhan ke “alun-alun dayang.” Dengan begitu, “desa alun-alun dayang” sebagai kian marak serta meningkat, serta julukan “Kota alun-alun” sebagai lebih diketahui.

hikayat Kota alun-alun: stori dayang Hijau

semacam cerita sejarah kuno menerangkan mengenai seseorang darah daging menarik yang disebut “dayang Hijau” yang bersemayam di kerajaan Deli, cermatnya di Deli Tua, yang ialah bagian dari desa alun-alun. Kecantikannya terkemuka di segala kawasan, sampai-sampai sampai penutup utara Pulau Jawa.

baginda Aceh jatuh cinta pada dayang Hijau serta melamarnya guna dijadikan permaisurinya. lamun, desakan itu ditolak oleh saudara laki-laki dayang Hijau, yang berdampak nafsi baginda Aceh. Ini membuat perang antara kerajaan Aceh serta kerajaan Deli.

]bagi cerita sejarah, salah satu saudara dayang Hijau bertukar sebagai naga, selagi yang lain bertukar sebagai mortar yang lantas menembaki kawanan Aceh sampai mati. kerajaan Deli hasilnya mendapati kegagalan dalam perang itu, serta dayang Hijau ditawan oleh Aceh. lamun, berkah keganjilan, dayang Hijau berhasil dibebaskan oleh saudaranya yang bertukar sebagai naga. hikayat ini sebagai cerita terkemuka di golongan rakyat Deli serta Melayu di Malaysia, yang meninggikan perbedaan misterius serta karakteristik dalam babad Kota alun-alun.

Penjajahan Belanda di Tanah Deli

Penjajahan Belanda di Tanah Deli diawali pada tahun 1864 serta aktif sepanjang kurang lebih 78 tahun, sampai tahun 1942. usaha guna memahami kawasan ini diawali dengan kemunculan kawanan Belanda di Sumatra, yang membutuhkan durasi kurang lebih 25 tahun guna mengamankan segala Sumatra.

Pada bertepatan pada 1 Februari 1858, Belanda mendorong baginda Ismail guna memaraf wasiat yang mengidentifikasikan mengisyaratkan apabila teritori Deli sebagai bagian dari kekuatan Belanda. desa alun-alun pun berkecukupan di dasar kekuatan Belanda, walaupun pada mulanya, Belanda belum seluruhnya mengatur Tanah Deli dengan cara raga.

Pada bertepatan pada 30 November 1918, baginda Deli menerimakan kawasan Kota alun-alun terhadap Gemeente (Kota Praja) alun-alun. perihal ini menciptakan Kota alun-alun selaku bagian dari kawasan yang langsung diperintah oleh Hindia Belanda, dengan Kota Baron Daniel Mac Kay menggenggam pengawasan.

sebagai historis, kelanjutan Kota alun-alun diawali dengan penunjukan alun-alun selaku ibu kota Deli dan selaku pusat perdagangan, dan meningkat sebagai pusat pemerintahan yang berfungsi berarti sampai ketika ini. kecuali itu, Kota alun-alun jua sebagai salah satu kota di Provinsi Sumatra Utara.